Surah Al Ikhlas

   Sebab diturunkannya surat Al Ikhlas dikarenakan kaum musyrikin menanyakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  tentang Nasab Allah,Maka turunlah surat ini  

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا مُحَمَّدُ [ص:144] ، انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {قُلْ هُوَ اللَّهُأَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ} [الإخلاص: 2] لَمْ يَلِدْ، وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ “ 
 
   “Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab berkata bahwasanya orang-orang musyrikin berkata kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Muhammad sebutkan kepada kami tentang nasab Robbmu.” Maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan surat ini yang artinya : “Katakanlah (wahai Muhammad) Dia lah Allah Yang Maha Esa, Allah tempat meminta segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara denganNya.” (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, ini lafadz yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Pada lafadz Imam Tirmidzi yang serupa dengan lafadz diatas dihasankan oleh Syaikh Albani di dalam shohih wa dhoif Sunan Tirmidzi).

   Para pembaca yang semoga Allah berkahi, dinamakan surat Al Ikhlas dikarenakan pada surat ini terdapat penjelasan tentang pensucian yang sempurna untuk Allah ( tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin Hal.351 Maktabah Syamilah).
 
SEBAB DITURUNKAN DAN PENAMAAN SURAT AL IKHLAS
   
    Sebab diturunkannya surat Al Ikhlas dikarenakan kaum musyrikin menanyakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  tentang Nasab Allah,Maka turunlah surat ini 

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ: أَنَّ الْمُشْرِكِينَ قَالُوا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” يَا مُحَمَّدُ [ص:144] ، انْسُبْ لَنَا رَبَّكَ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى: {قُلْ هُوَ اللَّهُأَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ} [الإخلاص: 2] لَمْ يَلِدْ، وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ “  

“Diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab berkata bahwasanya orang-orang musyrikin berkata kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Muhammad sebutkan kepada kami tentang nasab Robbmu.” Maka Allah Subhanahu wata’ala menurunkan surat ini yang artinya : “Katakanlah (wahai Muhammad) Dia lah Allah Yang Maha Esa, Allah tempat meminta segala sesuatu, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu yang setara denganNya.” (Hadits riwayat Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Al Hakim, ini lafadz yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Pada lafadz Imam Tirmidzi yang serupa dengan lafadz diatas dihasankan oleh Syaikh Albani di dalam shohih wa dhoif Sunan Tirmidzi).

   Para pembaca yang semoga Allah berkahi, dinamakan surat Al Ikhlas dikarenakan pada surat ini terdapat penjelasan tentang pensucian yang sempurna untuk Allah ( tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin Hal.351 Maktabah Syamilah)

   KANDUNGAN SURAT AL IKHLAS

AYAT PERTAMA  (  قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ 
 
    Berkata I’krimah, ketika yahudi berkata : “Kami beribadah kepada Uzair anak Allah” Nasharo berkata “kami beribadah kepada Al masih (Isa bin Maryam)”, berkata majusi (penyembah api) kami “beribadah kepada matahari dan bulan”. Dan orang-orang musyrikin berkata “kami beribadah kepada berhala.”  Maka Allah turunkan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam   :   قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
   
    Maknanya Dialah Allah yang satu yang tidak ada sebanding denganNya, tidak ada pembantu bagi Allah, tidak ada yang setara dengan Allah, tidak ada yang serupa dan tidak ada yang sama dengan Allah.  Pada lafadz diatas tidak ditetapkan pada selain Allah. Namun ditetapkan hanya pada Allah saja. Dikarenakan Allah sempurna pada seluruh sifat dan perbuatannya. (lihat tafsir Ibnu Katsir jilid 8 hal.414)
   
    Para pembaca yang semoga Allah Subhanahu wata’ala berkahi, setelah kita memahami kandungan ayat pertama, maka mari kita beramal dengan yakin bahwa sepantasnya Allah yang berhak diberikan ibadah kepadaNya secara keseluruhan, kita tidak menjadikan tandingan bagi Allah pada  ibadah kita.
Dan seharusnya kita murnikan ibadah dengan mengikuti cara ibadah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam . Itulah ibadah yang paling benar, paling mudah dan paling menenangkan, sehingga degan demikian telah terwujudlah syahadat kita yakni artinya: tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah Dan bahwasanya Muhammad adalah Rasulullah.

AYAT KEDUA   (   اللَّهُ الصَّمَدُ ) 
 
    Maknanya adalah Allah Subhanahu wata’ala memiliki kesempurnaan sifat yang mulia yang seluruh makhluk meminta seluruh kebutuhan dan keinginan pada Allah. Allah adalah pemimpin. Dan Allah tidak makan dan tidak minum, dan Allah maha kekal. (diringkas dari beberapa kitab : tafsir Thobari, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Sa’adi, tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin, dan tafsir Muyassar).
 
    Pada ayat kedua ini penulis mengajak para pembaca agar menujukan permintaan hanya kepada Allah saja. Ketika kita berdo’a agar ditambahkan rezki atau kita berdo’a yang lainnya, maka hendaknya hanya meminta kepada Allah saja, tidak meminta kepada orang yang sudah mati atau dukun.
Karena do’a adalah ibadah yang harus diberikan hanya kepada Allah Subhanahu wata’ala. Dan apabila berdo’a kepada Allah lalu menjauhi perkara-perkara yang haram maka do’a akan dikabulkan.Sebagaimana Allah berfirman:

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

   “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a kepadaKu. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepadaKu agar mereka memperoleh kebenaran.” (Al- Baqaroh: 186).

AYAT KETIGA  ( لَمْ يَلِدْ، وَلَمْ يُولَدْ )  
 
    Maknanya adalah Allah tidak butuh anak, tidak butuh orang tua atau istri. Disebabkan sempurnanya kekayaan Allah Subhanahu wata’ala . Dan dikarenakan tidaklah sesuatu yang dilahirkan melainkan akan mati dan dan tidaklah sesuatu yang mati melainkan diwarisi (orang lain). Sebagaimana hadits dari Abu A’liyah secara mursal:
   “Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan dikarenakan tidaklah sesuatu yang mati melainkan akan diwarisi (orang lain), dan Robb kita tidak mati dan tidak akan mewariskan, tidak ada yang setara, sama dan sebanding bagi Allah. (Hadits riwayat Tirmidzi). Dan hadits ini ada pendukungnya dari hadits Jabir.

    Dan sesungguhnya pujian Allah tidak akan musnah dan tidak akan diwarisi (kami kumpulkan dari beberapa kitab : tafsir Thobari, tafsir Ibnu katsir, tafsir Karimmurrohman karya Syaikh Assa’dy, tafsir Juz Amm karya Syaikh Utsaimin dan Fathul Baari syarh Shohih Bukhori ).

AYAT KEEMPAT  (  وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ ) 
 
    Maknanya adalah tidak ada yang serupa dan setara  dengan Allah, tidak ada sesuatu apapun yang sama dengan Allah, tidak sama pada nama-nama Allah, tidak pula pada sifat-sifatNya, dan tidak pula sama dengan perbuatan-perbuatan Allah. Dan Maha suci Allah sehingga pantaslah Allah tiadakan / menolak adanya bapak atau anak atau yang semisal dengan Allah.

   KEUTAMAAN SURAT AL IKHLAS
   1.  SURAT AL IKHLAS SEBANDING DENGAN SEPERTIGA AL QUR’AN. Dalam hadits dari Abu Darda’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam :

عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَيَعْجِزُ أَحَدُكُمْ أَنْ يَقْرَأَ فِي لَيْلَةٍ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟» قَالُوا: وَكَيْفَ يَقْرَأْ ثُلُثَ الْقُرْآنِ؟ قَالَ: «قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ تَعْدِلُ ثُلُثَ الْقُرْآنِ
»
   “Apakah salah seorang dari kalian mampu membaca sepertiga Al Qur’an dalam satu malam? Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda : Sebanding dengan sepertiga Al Qur’an” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dan ini lafadz Muslim).
   
    Maksud dari surat Al Ikhlas adalah sepertiga Al Qur’an bukanlah kita mencukupkan baca surat Al Ikhlas tiga kali kemudian tidak membaca surat-surat yang lain yang ada dalam Al Qur’an. Namun maksud sebanding sepertiga Al Qur’an adalah didalam Al Qur’an disebutkan tiga hal tiga hal :
PERTAMA: Kisah-kisah  KEDUA: Hukum-hukum  KETIGA:  Sifat-sifat Allah
Pada surat Al Ikhlas ini hanya disebutkan sifat-sifat Allah saja sehingga sebanding dengan sepertiga Al  Qur’an. Dan juga dikatakan maknanya pahala yang membacanya dilipat gandakan sekedar atau sebesar pahala orang yang membaca sepertiga Al Qur’an.
   2. SIAPA YANG MEMBACANYA MAKA BAGINYA SURGA. Di dalam hadits dari Abu Hurairah berkata aku bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bertemu seseorang yang sedang membaca Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:

    “Telah ditetapkan bagimu, maka laki-laki itu bertanya, apa yang telah ditetapkan bagiku wahai Rasulullah. Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda Jannah (surga)”.  (Hadits riwayat Tirmidzi,  An nasa’i, di shohihkan Syaikh Albani dalam shohih wa dhoif sunan An nasa’i ).

   3. SIAPA YANG BERDO’A DIDAHULUI DENGAN PENYEBUTAN SIFAT ALLAH YANG ADA DALAM SURAT INI MAKA ALLAH KABULKAN DO’ANYA. Di dalam hadits diriwayatkan dari Abdullah bin Buraidah al Aslami dari bapaknya:

عن عبد الله بن بريدة الأسلمي عن أبيه قال سمع النبي صلى الله عليه وسلم رجلا يدعو وهو يقول اللهم إني أسألك بأني أشهد أنك أنت الله لا إله إلا أنت الأحد الصمد الذي لم يلد ولم يولد ولم يكن له كفوا أحد قال فقال والذي نفسي بيده لقد سأل الله باسمه الأعظم الذي إذا دعي به أجاب وإذا سئل به أعطى                                                                                                             
 
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  mendengar seseorang berdo’a yang dia ucapkan adalah Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu dengan aku bersaksi bahwasanya Kau adalah Allah tidak ada Ilah yang berhak di ibadahi dengan benar melainkan Kau zat yang satu, zat yang semua makhluk meminta kepadaMu, zat yang tidak beranak dan tidak diperanakkan dan tidak ada yang setara dengannya. Maka nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :  “Demi zat yang  jiwaku berada ditanganNya. Sungguh laki-laki ini telah  meminta kepada Allah dengan namaNya yang Agung yang apabila seseorang berdo’a dengan sifat-sifat ini maka Allah kabulkan dan apabila meminta dengan menyebutkan sifat-sifat-Nya maka Allah berikan (Hadits riwayat Ibnu Majah, Tirmidzi Dishohihkan Syaikh Albani).

Surat Al Ikhlas ini dibaca oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dishalat sunah sebelum subuh dirakaat kedua, pada shalat sunah sebelum magrib dirakaat kedua, shalat setelah thowaf dirakaat kedua, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam  juga membacanya ketika witir.
Demikianlah kandungan surat Al Ikhlas beserta keutamaannya. Semoga penjelasan diatas bisa dipahami dan diamalkan, amin. Wallahu a’lam. (ditulis oleh: Ustadzah Ummu Rufaidah)

Surah Al-Ikhlas (Arab:الإخلاص, “Memurnikan Keesaan Allah”) adalah surah ke-112 dalam al-Qur’an. Surah ini tergolong surah Makkiyah, terdiri atas 4 ayat dan pokok isinya adalah menegaskan keesaan Allah sembari menolak segala bentuk penyekutuan terhadap-Nya. Kalimat inti dari surah ini, “Allahu ahad, Allahus shamad” (Allah Maha Esa, Allah tempat bergantung), sering muncul dalam uang dinar emas pada zaman Kekhalifahan dahulu. Sehingga, kadang kala kalimat ini dianggap sebagai slogan negara Khilafah Islamiyah, bersama dengan dua kalimat Syahadat.
Dilihat dari peristiwa paling pertama, Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan bahwa sekelompok Bani Quraisy pernah meminta Nabi Muhammad untuk menjelaskan leluhur Allah dan kemudian turun surah ini. Riwayat lain bersumber dari Ubay bin Ka’ab dan Jarir bin Abdillah yang menyebutkan bahwa kaum Musyrikin berkata kepada Nabi Muhammad, “Jelaskan kepada kami sifat-sifat Tuhanmu.” Kemudian turun surah ini untuk menjelaskan permintaan itu.[3] Dalam hadits ini, hadits yang bersumber dari Jarir bin Abdullah dijadikan dalil bahwa surah ini Makkiyah. Selain itu dari Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair menyebutkan bahwa kaum Yahudi yang diantaranya Kab bin Ashraf dan Huyayy bin Akhtab datang menemui Nabi dan bertanya hal yang sama dengan hadits pertama, kemudian turun surah ini.[4] Dalam hadits ini Sa’id bin Jubair menegaskan bahwa surah ini termasuk Madaniyah. Dan juga riwayat Qatadah menyebutkan Nabi Muhammad didatangi kaum Ahzab (Persekutuan antara kaum Bani Quraisy, Yahudi Madinah, Bani Ghatafan dari Thaif dan Munafiqin Madinah dan beberapa suku sekitar Makkah) yang juga menyanyakan gambaran Allah dan diikuti dengan turunnya surah ini.
Karena adanya berbagai sumber yang berbeda, status surah ini Makkiyah atau Madaniyah masih dipertanyakan dan seolah-olah sumber-sumbernya tampak kotradiksi satu-sama lain. Menurut Abul A’la Maududi, dari hadits-hadits yang meriwayatkannya, dilihat dari peristiwa yang paling awal terjadi, surah ini termasuk Makkiyah. Peristiwa yang pertama terjadi yaitu pada periode awal Islam di Mekkah yaitu ketika Bani Quraisy menanyakan leluhur Allah. Kemudian peristiwa berikutnya terjadi di Madinah dimana orang Nasrani atau orang Arab lain menanyakan gambaran Allah dan kemudian turun surah ini. Menurut Madudi, sumber-sumber yang berlainan tersebut menujukkan bahwa surah itu diturunkan berulang-ulang. Jika di suatu tempat ada Nabi Muhammad dan ada yang mengajukan pertanyaan yang sama dengan peristiwa sebelumnya, maka ayat atau surah yang sama akan diwahyukan kembali untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selain itu, bukti bahwa surah ini Makkiyah adalah ketika Bilal bin Rabah disiksa majikannya Umayyah bin Khalaf setelah memeluk Islam. Saat disiksa ia menyeru, “Allahu Ahad, Allahu Ahad!!” (Allah Yang Maha Esa, Allah Yang Maha Esa!!). Peristiwa ini terjadi di Mekkah dalam periode awal Islam sehingga menunjukkan bahwa surah ini pernah diturunkan sebelumnya dan Bilal terinspirasi ayat surah ini.[5]
Pendapat lain yaitu menurut as-Suyuthi. Menurutnya kata “al-Musyrikin” dalam hadits yang bersumber dari Ubay bin Ka’ab tertuju pada Musyrikin dari kaum Ahzab, sehingga mengindikasikan bahwa surah ini Madaniyyah sesuai dengan hadits Ibnu Abbas. Dan dengan begitu menurutnya tidak ada pertentangan antara dua hadits tersebut jika surah ini Madaniyah. Keterangan ini diperkuat juga oleh riwayat Abus Syaikh di dalam Kitab al-Adhamah dari Aban yang bersumber dari Anas yang meriwayatkan bahwa Yahudi Khaibar datang menemui Nabi dan berkata, “Hai Abal Qasim! Allah menjadikan malaikat dari cahaya hijab, Adam dari tanah hitam, Iblis dari api yang menjulang, langit dari asap, dan bumi dari buih air. Cobalah terangkan kepada kami tentang Tuhanmu.” Nabi tidak menjawab dan kemudian Jibril membawa wahyu surah ini untuk menjawab permintaan Yahudi Khaibar.[6]
Keutamaan
Dalam kisah-kisah Islam
Dalam beberapa hadits dikatakan bahwa Nabi Muhammad pernah bersabda bahwa pahala membaca sekali surah Al-Ikhlas sama dengan membaca sepertiga Al-Qur’an sehingga membaca 3 kali surah ini sama dengan mengkhatam Al-Qur’an. Kisah terkait hadits itu terekam dalam beberapa kisah. Seperti kisah ketika Nabi bertanya kepada sahabatnya untuk mengkhatam Al-Qur’an dalam semalam. Umar menganggap mustahil hal itu, namun begitu Ali menyanggupinya. Umar kemudian menganggap Ali belum mengerti maksud Nabi karena masih muda. Ali kemudian membaca surah Al-Ikhlas sebanyak 3 kali dan Nabi Muhammad membetulkan itu. Dalam hadits-hadits terkait hal ini, keutamaan surah Al-Ikhlas sangat memiliki peran dalam Al-Qur’an sehingga sekali membacanya sama dengan membaca sepertiga Al-Qur’an.
Riwayat Anas bin Malik juga merekam kisah berkaitan surah Al-Ikhlas yaitu dimana 70.000 malaikat diutus kepada seorang sahabat di Madinah yang meninggal hingga meredupkan cahaya matahari. 70.000 malaikat itu diutus hanya karena ia sering membaca surah ini. Dan karena banyaknya malaikat yang diutus, Anas bin Malik yang saat itu bersama Nabi Muhammad di Tabuk merasakan cahaya matahari redup tidak seperti biasannya dimana kemudian malaikat Jibril datang memberitakan kejadian yang sedang terjadi di Madinah.
Keutamaan lain
Dalam riwayat Ibnu Abbas disebutkan Nabi Muhammad ketika melakukan Isra’ ke langit, melihat Arsy di atas 360.000 sendi dimana jarak antar sendi 300.000 tahun perjalanan. Pada tiap sendi terdapat padang Sahara sebanyak 12.000 dan luas tiap satu padang sahara itu adalah dari timur ke barat. Pada setiap padang Sahara itu juga terdapat 80.000 malaikat dimana setiap malaikat membaca surah Al-Ikhlas dan setelah membaca itu mereka berdoa agar pahala mereka diberikan kepada orang yang membaca al-Ikhlas, laki-laki maupun perempuan.
Selain itu Nabi Muhammad juga pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada sayap Jibril, Allahus Shamad (ayat 2) pada sayap Mikail, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada sayap Izrail, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada sayap Israfil. Dan yang membaca al-Ikhlas memperoleh pahala membaca Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Lalu berkaitan sahabat, Nabi pernah berkata bahwa Qul Huwallahu Ahad (ayat 1) tertulis pada dahi Abu Bakar, Allahus Shamad (ayat 2) pada dahi Umar, Lam Yalid Walam Yuulad (ayat 3) pada dahi Utsman, dan Walam Yaqullahu Khufuwan Ahad (ayat 4) pada dahi Ali.
Sedangkan hadits lain menyebutkan bahwa ketika orang membaca al-Ikhlas ketika sakit hingga ia meninggal, ia tidak membusuk dalam kubur dan akan dibawa malaikat dengan sayapnya melintasi Siratul Mustaqim menuju surga.

Sifat Jaiz Bagi Allah

SIFAT SIFAT JAIZ BAGI ALLAH
Disamping sifat sifat wajib dan mustahil bagi allah ada lagi sifat boleh atau sifat jaiz yang dimiliki oleh Allah. Boleh atau mungkin bagi Allah menjadikan sesuatu itu ”ada” atau boleh atau mungkin membuatnya ”tidak ada”, maksudnya disini boleh melakukannya atau meninggalkannya. Allah sangat berkuasa untuk membuat sesuatu atau meninggalkannya. Contohnya, boleh atau mungkin bagi Allah menciptakan langit, bumi dan matahari dll dan dilain fihak boleh atau mungkin juga bagi Allah untuk tidak menciptakannya.
Tidak wajib bagi Allah membuat sesuatu seperti menghidupkan atau mematikan tapi Allah mempunyai hak muthlaq untuk memnghidupkan atau mematikan.
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَيَخْتَارُ مَا كَانَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ سُبْحَانَ اللَّهِ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). (al-Qashash 6)
Hikmah Dan Atsar
Tidak seorangpun dari makhluk Allah yang berhak untuk memaksa Allah untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Karena Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa, tidak bisa dipaksa atau dikuasai. Sedangkan usaha dan doa manusia hanya sekedar perantara untuk mengharap belas kasih Allah dalam mengabulkan apa yang diinginkan. Keputusan akhir adalah mutlak ada pada kekuasaa Allah.
– الجائز في حق الله تعالى : يجوز في حقه تعالى فعل كل ممكن أو تركه فهو الفاعل المختار لكل شيئ خيرا كان أو شرا  قال الله تعالى { وَللَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ  قَدِيرٌ } و الدليل العقلي على ذلك انه لو لم يكن فعل كل ممكن أو تركه جائزا في حقه لكان واجبا فيصير الممكن واجبا و لو استحال عليه شيئ منها لصار الممكن مستحيلا و كلاهما باطل

SIFAT JAIZ ALLAH (SIFAT BOLEH BAGI ALLAH)
   
Disamping sifat sifat wajib dan mustahil bagi Allah ada lagi sifat boleh atau sifat jaiz yang dimiliki oleh Allah, artinya boleh atau mungkin bagi Allah menjadikan sesuatu itu ”ada” atau boleh atau mungkin juga membuatnya ”tidak ada”, maksudnya disini boleh melakukannya atau meninggalkannya. Allah sangat berkuasa untuk memilih, membuat sesuatu atau meninggalkannya. Dan dalam pembuatan apa saja Allah itu tidak dipaksa atau terpaksa. Contohnya, boleh atau mungkin bagi Allah menciptakan langit, bumi dan matahari dll dan dilain fihak boleh atau mungkin juga bagi Allah untuk tidak menciptakannya. Tidak wajib bagi Allah membuat sesuatu seperti menghidupkan atau mematikan tapi Allah mempunyai hak muthlaq untuk memnghidupkan atau mematikan
وَللَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا يَخْلُقُ مَا يَشَآءُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (al-Ma’idah: 17)
Jelasnya, tidak seorangpun dari makhluk Allah yang berhak untuk memaksa Allah untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Karena Allah adalah Dzat yang Maha Kuasa. Kekuasaanya tidak bisa dipaksa. Jika bisa dipaksa berarti wajib dilakukan. Maka mustahil bagi Allah memiliki sifat itu.








Kelahiran Rasulullah. Sebelum kelahiran Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, datang pasukan bergajah dari Negeri Yaman yang dipimpin oleh Abrahah, ingin menghancurkan ka’bah, sehingga tahun kelahiran Rasulullah dinamakan dan terkenal dengan tahun Gajah. Ketika pasukan gajah memasuki kota Mekkah, dipertengahan jalan mereka diserang oleh rombongan burung Ababil yang diutus Allah Ta’ala, masing-masing burung membawa tiga batu, satu batu diparuhnya dan dua batu dikakinya, kemudian batu itu dijatuhkan kepasukan Abrahah, hancurlah pasukan Abrahah, dan selamatlah Ka’bah dari kehancuan atas pertolongan Allah Ta’ala.
Ada beberapa kejadian luar biasa telah mengiringi kelahiran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada malam ketika Rasulullah dilahirkan, istana Kisra bergetar hebat dan empat belas balkon istananya runtuh, dan api yang biasa disembah oleh orang-orang Majusi tiba-tiba padam, padahal selama ribuan tahun api itu tidak pernah padam. Selain itu, beberapa gereja di sekitar Buhairah runtuh dan ambles ke tanah.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lahir tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 571 Masehi di Mekkah. Rasulullah dilahirkan dari rahim seorang ibu yang bernama Aminah dan ditolong dan langsung dibopong seorang wanita yang bernama Syaffa’, ibunda sahabat Abdurrahman bin Auf. Dan tahun kelahiran Rasulullah ini seringkali disebut dengan Tahun Gajah pada waktu itu.
Kejadian luar biasa juga terjadi saat Aminah mengandung Muhammad Shallallahu a’alaihi wa sallam. Aminah sama sekali tidak merasakan sakit sebagaimana yang dirasakan oleh wanita pada umumnya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwasanya Aminah berkata, “Aku tidak merasakan diriku sedang mengandung dan tidak merasa kelelahan seperti yang dialami oleh kebanyakan wanita. Hanya saja aku merasa aneh ketika darah haidku terhenti. Malaikat datang kepadaku, waktu itu aku dalam keadaan antara tidur dan sadar.
Ia berkata, “Apakah engkau merasa sedang hamil?” Rasanya aku berkata kepadanya, “Aku tidak tahu.” “Sesungguhnya engkau telah mengandung Sayyid (Pemimpin) dan Nabi ummat ini,” kata malaikat itu.
Tentang kelahiran Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Aminah menceritakan bahwa ia melihat cahaya yang menerangi istana-istana Syam sehingga ia dapat melihat semua istana itu. Aminah bercerita, “Ketika aku melahirkannya, ia berlutut dengan kedua lututnya, memandang ke arah langit kemudian menggenggam segenggam tanah, lalu sujud. Beliau dilahirkan dalam keadaan telah terpotong tali pusarnya. Aku lihat ia menghisap ibu jarinya yang mengalirkan air susu”.
Kelahiran Rasulullah ini yang bertepatan dengan tahun gajah pada pada masa kecilnya beliau Rasulullah di susui oleh seorang ibu yang bernama Halimah. Mukjizat pun terjadi kembali. Wanita kurus kering itu pun mencoba memberikan puting susunya kepada bayi mungil tersebut. Dan Subhanallah! Kantung susunya membesar, dan kemudian air susu mengalir deras, sehingga sang bayi mengisapnya hingga kenyang. Dia heran, selama ini susunya sendiri sering kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang malah justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi asuhnya juga.
Berbarengan dengan keanehan yang dialami Halimah, suaminya juga dibuat heran, tak habis pikir, mengapa unta betina tua renta itu pun tiba-tiba kantung susunya membesar, penuh air susu. Halimah turun dari keledainya, dan terus memerah susu itu. Dia dan suaminya sudah dalam keadaan lapar dan dahaga. Mereka meminumnya sehingga kenyang dan puas. Semua keajaiban itu membuat mereka yakin bahwa anak yatim ini benar-benar membawa berkah yang tak terduga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Latar Belakang Surah Al maun

latr Belakang Surah Al Fiil

Latar Belakang Surah Al Ashr